Sebutan Bintang 3 Polisi

TRIBUN-MEDAN.COM - Inilah daftar nama 16 jenderal polisi bintang 3 aktif di tubuh polri, dua diantaranya berdarah Batak.

Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi adalah pangkat perwira tinggi bintang 3 di Kepolisian Republik Indonesia, setara dengan Letnan Jenderal, Laksamana Madya, dan Marsekal Madya pada Kepangkatan TNI.

Dalam lingkungan polri maupun di luar struktur polri, Komjen Pol menduduki jabatan: Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Inspektur Pengawasan Umum, Kepala Badan Reserse Kriminal, dan Kepala Badan Pemelihara Keamanan.

Kemudian, Kepala Badan Narkotika Nasional, Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, Kepala Badan Intelijen dan Keamanan, dan Komandan Korps Brigade Mobil.

Lalu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Wakil Kepala BSSN, Sekretaris Utama BIN, Sekretaris Utama Lemhannas, Inspektur Jenderal Kemendagri, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, dan Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Berikut selengkapnya penyandang pangkat Komjen bintang tiga polri yang masih aktif 2024 yang dirangkum Tribun-medan.com:

Komjen Pol Agus Andrianto.

2. Inspektur Pengawasan Umum

Komjen Pol Ahmad Dofiri.

Komjen Pol M Fadil Imran.

Terdapat sejumlah Jenderal Polisi bintang 4 yang berasal dari Jawa Tengah. Foto DOK ist

bintang 4 yang berasal dari

. Salah satunya bahkan berstatus sebagai peraih

Jenderal Polisi merupakan pangkat bintang 4 di Kepolisian Republik Indonesia. Adapun pangkat tersebut setara dengan Jenderal pada ranah militer.

Dalam sejarahnya, telah banyak bermunculan perwira Polri yang berhasil menembus pangkat bintang 4. Dari sekian banyak, beberapa di antaranya diketahui berasal dari daerah Jawa Tengah.

Berikut enam Jenderal Polisi bintang 4 asal Jawa Tengah,

Jenderal Polisi (Purn) Sutarman merupakan salah seorang purnawirawan perwira tinggi Kepolisian Republik Indonesia. Dalam riwayatnya, dia pernah menduduki jabatan Kapolri periode 2013 hingga 2015.

Jenderal Polisi (Purn) Sutarman lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah pada 5 Oktober 1957. Pasca lulus dari Akpol tahun 1981, kariernya terbilang cukup moncer dari waktu ke waktu.

Tercatat, sejumlah jabatan penting pernah disandangnya. Sebut saja seperti Kapolda Kepri (2005-2008), Kaselapa Lemdiklat Polri (2008-2010), Kapolda Jawa Barat (2010), Kapolda Metro Jaya (2010-2011), Kabareskrim Polri (2011-2013), hingga Kapolri (2013-2015).

Mengutip Antara, Sutarman ditunjuk sebagai Kapolri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67 Polri 2013 yang ditandatangani 24 Oktober 2013. Dia dilantik langsung oleh Presiden SBY pada 25 Oktober 2013.

Sekolah kedinasan adalah pilihan populer bagi banyak calon mahasiswa di Indonesia. Selain menawarkan pendidikan berkualitas, sekolah ini sering kali memberikan…

Dalam tatanan budaya di mana pun di dunia ini, sebutan atau gelar bagi mereka yang mempunyai kedudukan atau jabatan yang lebih tinggi adalah hal yang wajar. Pada masa lalu, pada masyarakat Jawa gelar seperti Raden, Raden Ajeng, Raden Mas, atau yang paling sederhana yakni ‘ndoro’ yang sebenarnya sebutan singkat dari kata ‘bendoro’ yang artinya orang kaya ( juragan ) atau orang yang mempunyai jabatan di sekitar kraton masih sering didengar.

Seiring perkembangan jaman dimana kedudukan dan persamaan hak adalah sejajar maka sebutan tersebut mulai ditinggalkan. Memang sebutan bagi mereka yang hidup di lingkungan keraton masih ada dan tak mungkin ditinggalkan. Sebutan atau panggilan dengan Kanjeng Ratu atau Kanjeng Romo adalah sesuatu yang biasa. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, seperti di Britania Raya, Monaco, Jepang, Malaysia, dan Bruney serta beberapa negara Afrika.

Di negeri kita, pada masa Soekarno sebutan bagi Beliau selaku presiden adalah Paduka Yang Mulia atau Yang Mulia dan Paduka Tuan. Sebutan ini diberikan masyarakat sebagai penghargaan atas jasa Soekarno yang berhasil memproklamirkan kemerdekaan negeri kita. Tentu saja sebutan ini bukan hanya atas dasar jasa Soekarno saja, tetapi juga pengaruh akan budaya Jawa dan Nusantara di mana pemimpin tertinggi selalu dijunjung dengan sebutan kehormatan.Jatuhnya Soekarno dari pucuk kepemimpinan dicermati Soeharto dan para tokoh yang memandang bahwa sebutan Paduka Yang Mulia, Paduka Tuan, atau Yang Mulia adalah penghormatan atas kultus individu yang ada dalam masyarakat keraton atau sistem monarki dan bukan republik yang mengakui kesetaraan hak dalam masyarakat. Maka sebutan Paduka Yang Mulia atau Yang Mulia dan Paduka Tuan harus dihapus.

Keputusan ini bukanlah sebuah keputusan biasa yang dikeluarkan oleh pemerintah tetapi lewat sebuah ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR, yakni Tap MPRS No XXXI/MPRS/1966 tentang Penggantian Sebutan Paduka Yang Mulia, Yang Mulia, Paduka Tuan dengan sebutan Bapak atau Saudara/Saudari.

Apakah keputusan ini murni untuk menghidari atau menjauhkan masyarakat atas kultus individu yang sudah bukan jamannya lagi di era modern. Ataukah ada tujuan lain yakni, menenggelamkan secara perlahan nama Soekarno yang dianggap mendukung PKI.

Ketetapan MPRS adalah sebuah kebijakan resmi sebuah lembaga negara, namun pengkultusan individu dalam kehidupan masyarakat sulit dihapuskan. Bahkan Soeharto sebagai pemimpin Orde Baru yang berkuasa setelah ketetapan tersebut juga menerima malah mendapat gelar sebagai Bapak Pembangunan dari MPR dengan Ketetapan MPR No V/ 1983.

Kini, di tengah badai isu pencatutan nama Presiden oleh Setyo Novanto selaku Ketua DPR gonjang-ganjing ‘sebutan Yang Mulia’ pada anggota yang terhormat menyeruak kembali. Apakah ini sebuah ‘guyonan pari kena’ yang dalam budaya Jawa dikenal sebagai sindiran tanpa menyakiti yang disindir atau justru memang untuk menghormati agar para anggota MKD mengambil keputusan yang tepat atas masalah tersebut.Semoga saja Yang Mulia dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Lihat Humaniora Selengkapnya

TRIBUN-TIMUR.COM- Sebanyak empat alumni Akademi Militer atau Akmil 1993 sandang pangkat Jenderal Bintang Tiga atau Letjen TNI.

Karier cemerlang ini bermula ketika mendapatkan bintang tiga pada awal umur emas.

Usia rata-ratanya pun berusia 51 dan 52 tahun.

Alumni Akmil 1993 berjumlah lebih dari 200 orang.

Mereka memiliki nama bataliyon Tidar Setia dan sempat melakukan reuni Belakang Main Hall Akademi Militer pada Sabtu (16/9/2023).

Reuni “Tidar Setia ‘93” ini diselenggarakan selama dua hari, yaitu Sabtu, 16 September dan Minggu, 17 September 2023, di Ksatrian Akademi Militer Kompleks.

Lalu siapa empat alumni Akmil 1998 tersebut?

1 Letjen TNI Bambang Trisnohadi

Letnan Jenderal TNI Bambang Trisnohadi, S.I.P. lahir 26 Februari 1972.

Sejak 24 Juli 2024 mengemban jabatan sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III.

Bambang, merupakan lulusan terbaik peraih Adhi Makayasa – Tri Sakti Wiratama Akademi Militer (1993) ini berasal dari kecabangan Infanteri (Kopassus).

Jabatan terakhir jenderal bintang tiga ini adalah Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana.

Ia pernah menjadi Komandan Upacara penurunan bendera pada upacara Peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 pada 17 Agustus 2015 di Istana Merdeka.

Komandan Upacara Penurunan Bendera HUT RI ke-70 (Istana Merdeka, 17 Agustus 2015)Riwayat Jabatan

Pabandya Lat Ops Paspampres (2008—2009)Dandenwalpri Grup A Paspampres (2009—2010)Danyonif 315/Garuda (2010—2011)Sespri Wakasad (2011—2012)Kolonel

Dan Grup A Paspampres (2012—2014)Asops Kasdam VI/Mulawarman (2014—2015)Koorspri Kasad (2015—2017)Pamen Denma Mabesad (2017—2018)Brigadir Jenderal

Danmentar Akmil (2018)Danrem 121/Alambhana Wanawai (2018—2020)Kasdam XVII/Cenderawasih (2020—2021)Ir. Pusterad (2021—2022)Mayor Jenderal

Sahli Bidang Keamanan Kemhan (2022)Dirjen Strahan Kemhan (2022—2024)Pangdam IX/Udayana (2024)Letnan Jenderal

Pangkogabwilhan III (2024—Sekarang)

2 Letjen TNI Widi Prasetijono

Letnan Jenderal TNI Widi Prasetijono, S.I.P. (lahir 4 Juni 1971). Ia adalah seorang Perwira Tinggi TNI Angkatan Darat yang saat ini menjabat sebagai Komandan Kodiklat TNI-AD.

Widi cukup lama bertugas di kesatuan Kopassus serta juga pernah menjabat Ajudan Presiden RI Joko Widodo. Dia sebelumnya menjabat sebagai Panglima Komando Militer IV/Diponegoro.